Selama ini secara umum diketahui bahwa pembunuh Ki Ageng Mangir adalah
sang mertua sendiri, Pangembahan Senopati. Tetapi ada catatan lain yang
menyatakan bahwa bukan Panembahan Senopati yang membunuh
menantunya itu. Seperti diketahui pembunuhan Ki Ageng Mangir terjadi di
tengah-tengah acara paseban raja. Watu Gilang yang dipakai untuk
menghantam(-kan) kepala Ki Ageng Mangir adalah batu tempat sholat
Panembahan Senopati. Kalau mengacu pada catatan ini, maka teori watu
gilang sebagai bukti dan tempat perkara kejadian terbantahkan. Singgasana raja
Mataram waktu itu adalah kursi kayu berukir dan pastinya tingginya lebih dari 60 cm, sementara batu Gilang tingginya sekitar 30 cm, tidaklah mungkin seorang raja duduknya "ndlosor" atau model lesehan, jadi si penyebar berita kematian Mangir disinggasana Panembahan Senopati pastilah tidak melihat secara langsung kejadiannya.
Panembahan Senopati
adalah seorang Muslim yang taat. Janji untuk menerima pisowanan Ki Ageng
Mangir sebagai menantu adalah kata "sabda pandita ratu" yang tidak
mungkin diingkari. Sedangkan mengingat Ki Ageng Mangir adalah orang yang
sakti mandraguna, maka yang bisa membunuhnya pastilah orang yang
"sakti" juga. Kata sakti diberi tanda petik, artinya bisa saja orang ini
tidak terlalu sakti, tetapi memiliki "ilmu kecurangan" tersendiri.
Pembunuhan yang dilakukan dilakukan didepan raja adalah tuduhan
tendensius untuk menyebar dan menimbulkan asumsi Panembahan Senopati adalah kejam dan
pengecut. Dari catatan baru tersebut terungkap suatu fakta lain, adanya
tokoh misterius di dalam lingkaran dalam (inner circle) kekuasaan
kraton Mataram. Konon dia adalah putra Panembahan Senopati yang lain,
yaitu Raden Ronggo yang selama ini bertindak sebagai agen penghubung
bagi para adipati yang "mbalelo" terhadap Mataram. Tokoh inilah yang
disinyalir kuat sebagai pembunuh Ki Ageng Mangir. Kepala Ki Ageng Mangir pecah bukan karena dibenturkan sang mertua pada watu gilang, tetapi remuk dihantam dari arah belakang oleh Raden Ronggo ketika Ki Ageng Mangir sedang shalat Asyar. Seperti diketahui Raden Ronggo sangat kuat, dia biasa mempermainkan "watu gatheng" seberat 15 kg, dipakai untuk membentuk kekuatan tangannya (jaman sekarang : besi barbel). Raden Ronggo adalah putra Panembahan Senopati yang mampu dipengaruhi oleh para adipati yang membangkang terhadap Mataram. Keberadaannya di kraton Mataram tidak disukai bahkan oleh Panembahan Senopati sendiri. Disinyalir dia cemburu berat pada Ki Ageng Mangir yang tiba-tiba diambil mantu oleh ayahnya, dan selain itu adalah bahwa Raden Ronggo orang yang suka pamer ilmu kesaktian, Ki Ageng Mangir dipandang sebagai orang sakti yang akan menjadi pesaingnya di Mataram, watak ini sudah dibaca oleh Panembahan Senopati. Maka begitu ada kesempatan untuk membunuh Ki Ageng Mangir, dia pun tak malu-malu bertindak, sekalipun dengan main curang. Patih Mondoroko yang kebetulan ada di dekatnya, tidak mampu mencegah pembunuhan itu, saking cepatnya gerakan Raden Ronggo menghantamkan batu ke Ki Ageng Mangir.
Patih Mondoroko yang adalah murid langsung Kanjeng Sunan Kalijogo, adalah tokoh yang mengislamkan Ki Ageng Mangir. Secara logika hampir tidak mungkin Mondoroko menikahkan putri sulung raja yang sekaligus cucu kesayangannya, Sekar Pembayun, dengan orang non Muslim. Permintaan pengislaman Ki Ageng Mangir adalah atas permintaan pribadi Panembahan Senopati karena dia menginginkan tambahan kekuatan dari wilayah Mangir , data intelejen yang dihimpun tim lapangan Mataram menyimpulkan kalau Ki Ageng Mangir lebih tepat dijadikan kawan atau menantu daripada dijadikan musuh.
Ki Ageng Mangir adalah salah satu tokoh sakti dan pemimpin yang didukung oleh kekuatan rakyat. Oleh karena itu kalau Mataram merangkulnya, maka akan tercipta kekuatan baru pendukung Mataram. Strategi pendekatannya adalah dengan menjadikannya sebagai menantu. Rupanya gelagat ini dibaca oleh para adipati pembangkang dan mereka kemudian mempengaruhi Raden Ronggo untuk memanfaatkan momentum yang tepat untuk membunuh Ki Ageng Mangir tanpa sepengetahuan Panembahan Senopati. Akibat peristiwa itu Panembahan Senopati marah besar pada Raden Ronggo, tak lama kemudian raden Ronggo terbunuh secara misterius oleh seekor naga, konon Raden Ronggo tewas oleh tusukan tombak Baru Klinthing yang dipegang oleh patih Rojoniti , adik kandung Ki Ageng Mangir diluar tembok Mataram dalam suatu pertarungan yang fair, itulah yang membuat tak ada gejolak besar di wilayah Mangir, Jadi penyebaran berita pembunuhan Ki Ageng Mangir oleh Panembahan Senopati adalah intrik politik musuh musuh dalam istana Mataram untuk mendiskreditkan reputasi Panembahan Senopati.
Sementara ada berita khusus tentang Patih Rojoniti yang diberikan daerah Perdikan disebelah utara pantai Samas, yang sekarang disebut dengan Kepatihan, terletak di wilayah Srandakan, untuk menghormati Mangir maka tempat itu hanya disebut dengan Patehan. Rojoniti bersama dengan para pembatunya Ki Pandan Wangi dan pengikutnya agar membuka lahan disebelah utara dan sebelah timur Pertapan Watu Singkil. Patih Rojoniti dinobatkan sebagai pelindung “Rojoniten”. Ki Pandan Wangi memberi nasihat agar dalam membuka lahan dibagi menjadi 5 perdikan, yaitu sebelah timur yang dipimpin Ki Demang Onggojoyo pada akhirya disebut Dusun Demangan,sebelah timur laut dipimpin oleh Nyai Irogati pada akhirnya disebut Perdikan Irogaten,disebelah selatan di pimpin oleh Ki Rejo Menggalan. Cokro Kenongo membuka lahan daerah yang sudah rata pada akhirnya disebut menjadi Dusun Wanarata dan akhirnya sebelah utara dipimpin oleh ki Delingsara
Sekar Kedaton Pembayun adalah seorang wanita yang cekatan, cerdik dan berfikiran jauh kedepan. Ia adalah anak sulung dan anak kesayangan Panembahan Senopati. Fakta bahwa dia dikirim ke kakeknya Ki Penjawi di Pati, paska terbunuhnya Ki Ageng Mangir, adalah usaha ki Mondoroko dan Panembahan Senopati untuk meredam kepedihan hati putrinya. Kelak ia melahirkan seorang pahlawan bernama Bagus Wanabaya yang menjadi Murid kesayangan Pangeran Benawa di Kendal lalu di kemudian hari berjuang melawan VOC Belanda membantu Sultan Agung. Paska perang VOC dan Mataram di Jepara, pada tahun 1619 Putri Pembayun bersama rombongan veteran perang Jepara hijrah ke Kebayunan, Tapos, Depok dan atas inisiatif Ki Jepra sebagai tetua keturunan Pajajaran rombongan bisa bertemu dengan Pangeran Jayakarta di Jatinegara sesudah Pangeran Jayakarta gagal mempertahankan Sunda kelapa dari serbuan Yaan Pieters Zoen Coen. Kemampuan intelektual dan kecakapan bertindak Putri Pembayun sebagai petugas intelejen sangat mendukung data sejarah tersebut. Boleh dikata Putri Pembayun adalah salah satu pahlawan wanita tokoh sejarah lintas nasional, bukan sekedar lokal Jawa Tengah, Mataram atau Bantul saja.
Selanjutnya ada kisah menarik lainnya yaitu Tumenggung Maduseno yang merupakan suami dari cucu Putri Pembayun, Dewi Sekar Rinonce. Sekar Rinonce adalah putri dari Bagus Wanabaya dengan Nyai Linggarjati, adik Purwagalih dengan gelar Ki Jepra, salah satu keturunan Siliwangi. Bagus Wanabaya berputra 3 orang : Utari Sandi Jayaningsih, Raden Panji Wanayasa dan Dewi Sekar Rinonce ( Dimakamkan di Cilangkap RW 8 Tapos Depok). Tumenggung Maduseno sendiri adalah putra dari Panembahan Sedo Krapyak, raja Mataram ke II yang menjadi salah satu komandan Pasukan Mataram di Batavia. Jadi alur sejarah Ki Bodronolo di Kebumen kemungkinan besar berasal dari Dewi Sekar Rinonce ini. Keturunan Ki Ageng Mangir dan Putri Pembayun kebanyakan menyebar di Kebayunan, Tapos, Depok. Upaya untuk menghilangkan sejarah ini sesuai dengan tujuan Ki Bagus Wanabaya yang menginginkan agar anak-keturunan Ki Ageng Mangir lebih baik berbaur saja di masyarakat tanpa gelar kebangsawanan. Oleh sebab darah kepahlawanan itu bukan berasal dari kraton tetapi dari kiprah trah Mangir di lapangan. Ki Bagus Wanabaya lebih menginginkan agar keturunannya bisa berperan seperti akar pohon, yang mampu menghidupi seluruh pohon tanpa harus kelihatan dari luar. Sebagaimana dulu Bagus Wanabaya dan seluruh anak-anaknya giat menjadi komandan pasukan telik-sandi Mataram di Batavia (tahun 1625 - 1629) untuk menjadi tokoh penting penyerbuan Mataram ke Batavia. Tentu saja penguasaan bahasa Belanda merupakan syarat mutlak untuk menjadi Tim Intelejen Mataram di Batavia pada masa itu.
hanya doa yang sampai di ruh tak bisa melihat hingga hari kebabgkitan setelah hari akhir baru tahu sejatinya sosok penitis yang slma hidup tak pernah terungkap turun temurun namu saya selalu percaya allah swt sangat adil jika ada hidangan awal didunia pasti ada hidangan penutup diakhir sekaligus final dari semua yang di kehendaki_NYA
BalasHapusApakah Bapak memiliki sumber sejarah asli, atau setidaknya penutur asli bukan mengambil dari Blog orang lain? Walau terdapat distorsi, saya salut dengan ketepatan Bapak, saya mendapatkan pencerahan tentang pertanyaan bathin saya sejak SD, saya jadi tahu tentang itilah sawah Kidul Ndalem di Patihan, Ndalem Siapa? Apakah Bapak juga tahu kalo kuburan Dhuwur di Dusun Cangkreing terancam kleangsungannya? atau setidaknya Bapak telah pernah ziarah makam tersebut?
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
HapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
tenane kang,,,,,,,
Hapusceritanya oke ssipp
BalasHapussaya pernah merbincang dengan goib di mataram dan dengan ki ageng mangir sendiri, malah ki ageng mangir sendiri yg bilang kalau dulu setelah kematiannya emang ada sempet terjadi peperangan, dan perang dingin,baik manusia maupun jin penunggu di wilayah masing masing, dan belia ki ageng mangir bilang ,kalau sudah di di satukan dan didamaikan lagi antara mataram dan mangir oleh seorang kyai .yg namanya kyai salafudin..benar kalau menurt cerita yg berkembang sekarang tidak lah benar,karena saya mendengar sendiri dr beliau kalau cerita yg sesungguhnya antara mangir dan mataram itu malah bisa bersatu,tapi ada kekuatan lain yg tidak mau mangir dan mataram bersatu..dari cerita awal berdirinya mataran Danang Suto wijoyo waktu mendapatkan wahyu lintang johar saja sudah keliatan kok,beliau mengakui daerah mangir,makanya yg encana keraton mau dibikin di Gilangharjo.dipindah ke kota gede,karena di barat ada wilayah mardikan Wonoboyo,dan di Timur wilayah mardikan Paker... apa ini informasi benar yg saya t5rimaalau salah mohon dikoreksi,, seklaian saya mau tanya makam ki ageng Wonoboyo 1 dan 2 dimana ya,saya di mimpi in .untik ziarah ke sana,tapi gak tahu makamnyaa. mohon infonya...
BalasHapusbenar mas,,,,saya juga ditemui langsung oleh Ki Ageng bahwa antara Mangir dan Mataram sebenarnya bersatu,,,,,
Hapus1. Batu gilang merupakan alas singgasana raja (Panembahan Senapati baca Senopati. Di atas batu gilang itulah singgasana (kursi raja) diletakkan.
BalasHapus2. Panembahan Senapati mempunyai watak dan kemauan keras, sehingga waktu prajurit Pajang datang untuk menyampaikan amanat rajpun dilecehkan,
3. Panembahan Senapati berani menantang ayah angkatnya (Sultan Hadiwijaya raja Pajang) bahkan memeranginya sampai wafatnya.
4. Dari keterangan di atas sangat mungkin bahwa P.Senapatilah pembunuh Ki Ageng Mangir. Jangankan hanya menantu (yang memang dianggap musuh dalam selimut/duri dalam daging) tidak dibunuhnya, Sultan Hadiwijaya, yang jelas-jelas ayah angkatnya sekaligus yang mengangkat sebagai raja saja diperangi.
5. Hingga saat ini, ketika ada pementasan Kethoprak dengan lakon Ki Ageng Mangir tidak ada yang komen mengenai kematian Ki Ageng Mangir yang dibenturkan pada batu gilang alas singgasana raja.
6. Mengenai batu gilang yang merupakan tempat semedi P. Senapati adalah yang berada di dusun Gilangharja baca Gilangharjo Kec, Pandak Bantul.
Keterangan saya di atas bukan berdasar penelitian tetapi berdasa babad Mangir yang setiap dipentaskan pastilah kematiannya dibenturkan di watu gilang alas dampar dalem ingkang sinuwun kanjeng Panembahan Senapati.
Mengenai kesaktian Ki Ageng Mangir saat itu juga baru dalam tarap pemberitaan, sebab walau sejak kecil telah sering bertapa dan berlati jaya kawijayan namun Ki Ageng Mangir belum pernah berperang.
Yang agak janggal dalam kisah di atas adalah;
BalasHapusBahwa pada tahun 1619 beserta rombongan perang Jepara pindah ke Kabayunan Tapos Depok, sedangkan peristiwa mangkatnya Ki Ageng Mangir pada masa Panembahan Senapati (kakek Sultan Agung). Mungkinkah saat itu Putri Pembayun masih hidup? Bukankah makam Putri Pembayun ada di wilayah Kecamatan Banguntapan kabupaten Bantul? Mana yang benar? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Batu gilang bukanlah batu tempat sholat Sutawijaya, melainkan Batu tempat menawan Joan Pedro Italiano( Kelak nanti disebutnya Mas Jenggot atau Jin Juru Taman/ dan dugaan kami kemudian diberi gelar Syeh Jangkung dan di usia yang sangat tua menjadi penasehat diplomatik/Kanuruhan Sultan Agung), yang ditawan Senapati karena kapalnya pecah dan mendarat disekitar Strandeal(Srandil dalam bahasa jawa). dalam lempengan batu tersebut tertulis ada 4 bahasa yaitu England,Perancis, Sepanyol,dan Itali.
BalasHapusMangir adalah pemilik sah bumi Mataram atau yang lazim bisebut dengan istilah raja2 Majapahit dengan sebutan Bhatara Ing atau di singkat dengan Bhre Mataram atau raja di Mataram. Waktui di akhir Majapahit yang menyandang Gelar Bhre Mataram adalah Wijaya Karana, Sementara menurut Pararaton Bhre Kahuripan di sandang oleh Samara wijaya, Sedangkan Bhre Kertabumi adalah Wijaya Kusuma dan Bhre Kling adalah Rana Wijaya.(Tahun 1478 dengan Sengkalan tahun "Sonya Nora Yuganing Hwang/ tahun 1400 caka)
seteleh terjadi peperangan antara saudara di Majapahit, Wijaya Kusuma Yang mulanya hanya menyandang gelar Bhre Kertabumi/Ibu kota Majapahit dan menjadi Maha Raja Majapahit dengan gelar Cri Bhatara Prabu Rajasa Wardhana Girindra dyah Wijaya Kusuma Bhre Kling , di berontak adiknya sendiri ( bhre daha Dyah Rana wijaya) akhirnya menyingkir ke Mataram bekas keratonnya Wijaya Karana. disanalah Dyah Wijaya kusuma menikahi salah satu anak dari selir pamannya tersebut(Wijaya Karana) dari keturunan wijaya kusuma tersebut Lahirlah ki Ageng Matarm yang kemudian di rubah oleh pujangga Mataram(Panjang Mas) bernama daerah Wanabaya. Maka babad menceritakan leluhur mangir adalah ki ageng wana baya. sungguh suatu pemelintiran yang luar biasa.
adapun pembunuhan mangir memeng sudah menjadi agenda Sutawijaya dan Pemanahan dengan ide busuk Mandaraka. Pembunuhan itu direncanakan dan sebagai eksekutornya adalah Rangga Kentol Juron anak senopati dari istri Adisara. Dengan liciknya Mangir yang sedang duduk bersama senopati di tusuk dari belakang oleh Kentol juron. namun tidak mempan karena Mangir mengenakan baju Zirah( Baju baja perisai perang). mangir tak sempat membalas karena beberapa pasukan pengawalnya tertahan di luar. dan senjata pun dilarang untuk dibawa. Kepala Mangirlah yang menjadi sasaran oleh kentol juron dan pungawanya. sebab tanpa pelindung baja. Mangir berteriak hingga terdengar dari luaran. akhirnya terjadilah peperangan hebat. apalagi paman Mangir(Ki Jaka Garu) yang setelah di beritahu oleh salah satu punggawa mangir, kemudian menyerang mataram hingga menjadi lautan api kemarahan. namun pertempuran tersebut sempat di hentikan oleh Ki Panjawi, dan Karang Lo kemudian membawa istri Mangir (Roro Depok/Pembayun/Pembareb) melarikannya ke Pati. akhirnya peperangan terhenti karena Ki penjawi bersama Ki Jaka Garu mengejar Pembayun Hingga ke Pati.
Demikian sanggahan tenteng kelicikan keturunan Sutawijaya dalam mengambil legitimasi Nama Matarm hingga ki Pemanahan yang semula cuma lurah Mentaok sekarang menyandang nama gelar Ki ageng Mataram setelah Pemilik Mataram yang sah terbunuh dengan kelicikan dari pihaknya.