Rabu, 06 Februari 2013

Ki Ageng Mangir - Pembayun : Berkuda dan Memanah


Ki Ageng Mangir-Pembayun, Sebuah Kisah inspiratif untuk keturunannya. By Hasnan Habib Kota Depok.

Ternyata ada "sesuatu" yang luar biasa dari kisah Mangir - Pembayun, suatu episode kerajaan Mataram Kotagedhe yang terjadi sekitar tahun 1568 an itu, pada masa masa selanjutnya terjadi kisah menarik yaitu anak cucu ki Ageng Mangir - Pembayun dan anak cucu Panembahan Senopati yang lain saling bahu membahu, berinteraksi untuk melawan penjajahan atau ideologi yang berbeda khususnya yang bersifat kemerdekaan dalam hal ini VOC Belanda yang bersemangatkan Gold, Glory and Gospel, justru kita yang sering mengaku keturunan Ki Ageng Mangir tak pernah menunjukkan rasa bahu membahu itu, bahkan hanya sekedar bersilaturahmi saja kita enggan, marilah siapa saja yang mengaku trah Mangir, bersama sama membangun kehidupan di rantau, pusat penjajahan modern ini, saling bersambung rasa, bersama sama beraksi membuka usaha dan wawasan di Batavia modern ini.

Selasa, 05 Februari 2013

Nyutran Yogyakarta , Pemukiman Prajurit Mataram, Bumi Indah dimana aku dibesarkan


SEBELUM menjadi hunian, wilayah Nyutran berupa hutan bambu dan alang-alang. Banyak ditemui bambu apus, petung dan wulung. Bambu-bambu Nyutran biasa untuk memenuhi kebutuhan keraton ketika itu. Di zaman Sri Sultan HB VII dan VIII, misalnya, kerap dipakai membuat bedeng pada perayaan Garebeg di Alun-alun Utara. Disebut Nyutran berkait fungsinya sebagai barak Prajurit Nyutra. Pasukan elite ini sudah ada sejak zaman Sri Sultan HB I. Sumbangan dari Madura sebagai tanda persaudaraan Adipati Cakraningrat dengan Sultan Amangkurat Agung. Di Keraton Surakarta disebut Prajurit Panyutra, seperti nama asalnya dari desa Panyutra, Sumenep. Sedang di Yogya dinamai Prajurit Nyutra.

Minggu, 03 Februari 2013

Ki Ageng Mangir : Manah = Hati


Trah Ki Ageng Mangir : BIOGRAFI SINGKAT PRAMOEDYA ANANTA TOER

Pramoedya dilahirkan di Blora, di jantung Pulau Jawa, pada 1925 sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya bernama Mastoer, seorang guru dan ibunya bernama Oemi Saidah, seorang ibu rumah tangga dan  pedagang nasi. Ia meneruskan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya dan bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia. Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa dan seringkali ditempatkan di Jakarta di akhir perang kemerdekaan. Ia menulis cerpen dan buku sepanjang karir militernya dan dipenjara Belanda di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia sanggup tinggal di Belanda sebagai bagian program pertukaran budaya, dan saat kembalinya ia menjadi anggota Lekra, organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Ini menciptakan friksi antara dia dan pemerintahan Soekarno.

Hoakiau di Indonesia
Selama masa itu, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap Tionghoa Indonesia, dan pada saat yang sama mulai berhubungan erat dengan para penulis di China. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat menyurat dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia, berjudul Hoakiau di Indonesia. Ia merupakan kritikus yang tak mengacuhkan pemerintahan Jawa-sentris pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia, dan secara terkenal mengusulkan bahwa mesti dipindahkan ke luar Jawa.

Sabtu, 02 Februari 2013

Trah Ki Ageng Mangir , Saat saat terakhir SM Kartosuwiiryo , sebagaimana leluhurnya Ki Ageng Mangir, akhir hayat yang tragis


Aku menangis saat menulis ini, bukan masalah siapakah dia, tetapi kenapa dia berani mengambil keputusan yang menyebabkan dia harus mati mempertahankan keyakinannya, persis seperti kakek moyangnya Ki Ageng Mangir yang juga harus wafat demi keyakinannya,
Bertemu keluarga sebelum dihukum tembak
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, Penggagas Negara Islam Indonesia, dijatuhi hukuman mati oleh Presiden--sekaligus mantan teman satu perguruannya Soekarno. Satu guru satu ilmu, Namun beda nasib Pelaksanaan hukuman mati dilangsungkan Pada tgl 5 September 1962 di sebuah Pulau di Utara Jakarta bernama Pulau Ubi , wahai sesiapa yang mengaku trah Ki Ageng Mangir, siapkah diri kita menanggung kepedihan serta beratnya perjuangan seperti beliau - beliau ini ?. Keteguhan hati dalam perjuangan inilah yang penulis sajikan agar para anak cucu Trah Ki Ageng mampu mengenang dan merasakan beratnya perjuangan keyakinan, tulisan ini tidak ada sangkut pautnya dengan faham DI TII NII hanya sekedar menyampaikan kesamaan pola akhir hayat dari trah Ki Ageng Mangir,

Trah Ki Ageng Mangir Pembayun dan Trah Tengku Sai'di , Hikmah Gempa Aceh dan Yogyakarta


Terserita , 5 menit sesaat sebelum akad nikah kami 20 Januari 1993, di Jalan Sei Wampu III/ 1 terjadi gempa besar di Sumatera, rumah bergoyang, lampu padam, suasana hingar bingar, tuan kadi dan para tamu berlarian keluar, sementara ibu mertua dan istriku setengah pingsan, tinggallah aku sendiri pasrah menunggu kejadian selanjutnya, begitulah nasib menikahi anak gadis dari sebuah trah Tengku Sai'di salah satu ulama dari garis keturunan Kerajaan Samudaera Pasai Aceh Utara.  perjalanan sang petualang, sudah kubilang kepada seluruh kerabatku bahwa aku adalah manusia aneh dari Yogyakarta, sehingga nanti kalau terjadi apa apa dalam acara pernikahan itu adalah bagian dari keanehan kami sebagai Trah Mangir, trah yang paling kontroversial. Benar saja, begitu gempa reda, acara akad nikah segera dijalankan, dan alhamdulillah peristiwa bersejarah itu berlalu tanpa ada korban jiwa. 20 tahun sampai saat ini seluruh kerabatku dari Aceh menjadi saksi pernikahan kami yang penuh tanda tanya itu!
Istriku , Zunaidah TWH binti Choiruddin, Trah Tengku Sai"salah satu ulama kerajaan Pasai di tahun 1350, yang dimakamkan di kompleks makam ratu Nahrisyah di Samudera Pasai Aceh Utara

Tahun 2004 tanggal 26 Desember, sebuah gempa besar terjadi di Aceh yang disusul dengan tsunami dahsyat, Bumi indah Aceh bersimbah duka, beratus ribu korban jiwa termasuk setengah dari keluarga Trah Tengku Sai"di di Banda Aceh hilang sampai saat ini. Anak-anakku terpana, aku dan istriku terpana, mengapa ada duka yang luarbiasa dibumi tempat Allah pernah menjadikannya Sorga ini.
Anakku Rausyan Fikri , lahir di Medan Sumut, 10 Desember 1993
Tahun 2006 tanggal 28 Mei, giliran DIY dan Jawa Tengah diguncang gempa dahsyat yang meruntuhkan rumah tua kami, meruntuhkan sendi sendi kehidupan manusia Jawa, duka yang membuat kami sekeluarga terhenyak tak percaya, salah satu adik ibu kami dengan suaminya ikut menjadi korban , syahid dalam bencana, selamat Jalan Lik Wafiyah dan Lik Hilkam semoga sekarang berbahagia di sorga Allah.

Anakku Hafidz Al Ammar, lahir di Cijantung , 8 Agustus 1996
Anakku Nastafas Assyifa, Lahir di Kalisari 15 Juli 1999
Dua bencana di dua daerah Istimewa, ada gejala apakah ? , apakah ini tanda tanda peristiwa besar yang melahirkan pemimpin besar, seorang satriyo piningit yang lahir dari campuran darah Aceh dan Yogyakarta dan yang pasti saat itu bukanlah kelahiran anak anak kami! namun ada suatu keyakinan bahwa memang telah lahir satu bayi calon satriya piningit yang berdarah Aceh Yogyakarta yang akan memimpin kejayaan Nusantara, bahwa kami trah Mangir dan Trah Tengku Sai"di seperti biasa akan menjadi pengiring kebesaran kepemimpinan mereka, wallahualam.

Jumat, 01 Februari 2013

Kapankah Islam masuk ke Nusantara ?

  1. Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:
    1. Seminar masuknya Islam di Indonesia (di Aceh) sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al Mas'udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
    2. Seminar mengenai Masuknya Islam ke indonesia di Medan pada Ahad 21-24 Syawal 1382 H (17-20 maret 1963 H) yang salah satu kesimpulannya adalah Islam telah masuk ke Indonesia langsung dari Arab.
    3. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di Sumatera dalam perjalannya ke China.
    4. Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.
    5. Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
    6. Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.
    7. Prof. S. Muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnya berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
    8. W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T'ang memberitahukan adanya Arab muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).

Naskah Sastra Melayu Klasik Koleksi Rafles Disimpan di London


Saat seseorang berkunjung atau berziarah ke suatu makam tokoh terkenal dalam sejarah, tentu yang dilihat tidak saja makam tua yang telah berabad-abad itu. Selain melihat nama dan tahun tokoh itu mangkat, juga akan dilihat apa yang tertulis pada batu nisan tokoh yang amat terkenal itu. Sebagai salah satu contoh seseorang yang berkunjung ke bekas Kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara, disana ada makam Sultan Malik al Saleh yang wafat tahun 696 H. Pada inskripsi yang terdapat pada bagian depan nisan kepala baginda tertulis dalam bahasa Arab yang artinya "Kuburan ini kepunyaan hamba yang dihormati, yang diampuni, yang taqwa yang menjadi penasehat yang terkenal yang berketurunan, yang mulia, yang kuat, beribadat, penakluk, yang bergelar Sultan Malik al Salih.

Prof. Ibrahmi Alvian dalam bukunya "Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah" mengatakan suatu yang sangat menarik di makam Malik al Saleh itu. Pada bagian belakang Nisan beliau terdapat puisi dalam Bahasa Arab. Puisi tersebut oleh J.P Moquette dengan bantuan Dr. Van Ronkel disalin kemudian diterjemahkan sebagai berikut :

Samudera Pasai, Kampus besar Walisongo



Warisan Sejarah: Peninggalan Samudera Pasai Kurang Terurus

Lhokseumawe, Kompas - Perhatian pemerintah terhadap upaya penggalian dan pelestarian benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Samudera Pasai sangat minim. Banyak manuskrip dan enskripsi kuno zaman kerajaan Islam pertama di Nusantara tersebut yang terbengkalai dan tak terurus. Padahal, peninggalan-peninggalan tersebut menyimpan catatan sejarah yang dapat menjelaskan lebih gamblang tentang Samudera Pasai.

Batu nisan dan prasasti peninggalan zaman Kerajaan Samudera Pasai di kompleks pemakaman Tengku Batee Balee, Desa Meucat, Kecamatan Samudera, Aceh Utara, Aceh, sebagian kondisinya masih bagus, Sabtu (9/4). Sayangnya, sebagian besar peninggalan serupa yang banyak tersebar di hampir seluruh wilayah Aceh kini tak terurus.

Ki Ageng Mangir - Pramudya Ananta Tur dan Kartosuwiryo, Sebuah Missing Link

Ada hubungan yang sangat erat antara Kartosuwiryo , Pramudya dengan Ki Ageng Mangir yaitu memang secara genetika mereka nyambung terkait, upaya Pram menemukan jati dirinya hampir dipuncaknya ketika menulis tentang Ki Ageng Mangir leluhurnya, kalau kita mencermati secara dalam, maka kita akan menyadari bahwa Pramudya menempatkan Ki Ageng Mangir sebagai "manusia biasa" dan tombak sakti Baru Klinting adalah seorang manusia adalah sesuatu yang sangat manusiawi. Pramudya salah satu keturunan Ki Ageng Mangir menyadari keterbatasan manusia, siapapun dia, tak ada kesaktian dalam memimpin yang ada adalah dipercaya oleh rakyat, jadi siapapun sebenarnya bisa jadi pemimpin. Sebagai salah satu trah Mangir penulis sangat yakin bahwa ada dilema batin dalam diri Mangir yang ambigu, dan memang Ki Ageng Mangir adalah sosok pemimpin yang siap mengambil keputusan besar walaupun dalam keadaan selalu mendua. Lihatlah perjalanan hidup Pramudya yang penuh dengan penderitaan, hidupnya penuh dengan pemberontakan, itu karena memang jiwa dan ruh Mangir yang selalu berusaha mencapai ekspresi tertinggi dalam memutuskan untuk keluar dari dualitas, situasinya sangat ruwet dan penuh halangan, namun tak mengurangi kwalitas hidup, seperti yang ditunjukkannya ketika Pram ditahan tanpa proses pengadilan di pulau Buru, tetap saja Pram berkarya. Tentu tak banyak yang bersedia mencantumkan Pramudya sebagai salah satu sesepuh Trah, apalagi juga dengan tegas mencatumkan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo sebagai bagian dari Trahnya, sebab memang Trah Mangir dipenuhi dengan jiwa jiwa yang memberontak, jiwa jiwa yang harus berjuang diantara keyakinan lain dalam kehidupan mereka , namun terus terang penulis mendidik anak seperti penulis dididik oleh ayahanda untuk selalu ingat sesanti Ki Ageng Mangir : siap menjadi Ontorejo bukan Gatotkaca, siap menjadi akar pohon bukan menjadi dahan dan ranting pohon, siap dalam kegelapan, tanpa mencari nama besar, sebab keyakinanlah yang menyebabkan kita menjadi besar. Seekor Ikan Cethul (ikan seribu) pun selalu berani menentang arus sungai, sebab yang mengikuti arus sungai hanya sampah dan kotoran.

Ki Ageng Mangir, Jejak gelap Pengislaman Perdikan Mangir

Sejarah Mangir sampai sekarang masih terbatas pada cerita tutur yang akurasinya juga masih simpang siur. Babad Mangir sebagai salah satu sumber yang sering dirujuk juga penuh dengan mitos, legenda, dan simbol-simbol dalam kerangka waktu dan ruang juga akurasinya patut dikaji ulang. Sementara sumber sejarah yang benar-benar dapat dikatakan sejarah tentang Mangir sampai sekarang dapat dikatakan tidak ada. Sejarah Mangir lebih banyak dikenal melalui cerita tutur, pentas ketoprak, babad, dan buku cerita. Di samping itu, generasi muda (khususnya di wilayah Yogya) sekarang dapat dikatakan hampir tidak mengenal lagi sejarah Mangir.

Hikayat Perang Sabil. Jejak Penyemangat bangsa Aceh

 Ini sebagian dari puisi kepahlawanan Aceh yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda:

Ki Ageng Mangir dan jejaknya : Jaan Pieters Zoen Coen, pahlawan VOC yang namanya diabadikan dalam mata uang Hindia Belanda, dibunuh oleh sorang gadis Mataram

Jendral Jaan Pieter Zoen Coen Pahlawan VOC Belanda, patungnya megah di kota kelahirannya Hoorn Belanda, penyematan lukisan wajahnya pada mata uang gulden ini menyiratkan kepahlawanannya , tragis kematiannya ditangan seorang gadis muda asal Tapos Depok Jawa Barat Utari Sandijayaningsih, tangan yang lentik dan lembut itu mampu menceraikan kepala sang Jendral dari tubuhnya di pagi dinihari 20 September 1629, kepala tanpa tubuh  inilah yang menyebabkan Sultan Agung menghentikan serbuanya di Batavia, dan membangun Mataram yang jaya dan Batavia tak pernah berani datang ke Mataram selama Sultan Agung masih memimpin hingga wafatnya di tahun 1645, sementara kepala tak bertubuh ini ditanam ditengah tangga terakhir di gapuro makam Sultan Agung di Imogiri. Hingga tahun 1825 batu pualam putih ditengah batu andesit hitam masih berukirkan nama Murjangkung atau komander Zoen Coen, namun setelah pemerintah Hindia Belanda mengetahui makna tulisannya, secara rahasia mereka sengaja merusak  dan menghilangkan ukiran huruf prasasti batu pualam putih itu, siapa bilang ahli sejarah Belanda rela pahlawannya dihinakan oleh seorang Sultan Agung, padahal kalau mau obyektif tentu saja mereka harus menjawa otentikitas sejarah ini.

Inilah Nyimas Utari Sandijayaningsih, Cucu Ki Ageng Mangir Pembayun, Putri Ki Bagus Wanabaya dan Nyi Linggarjati keturunan Pajajaran, Pemenggal Kepala JP Coen Gubernur Jendral VOC ke IV di Batavia tahun 1629.