Saat seseorang berkunjung
atau berziarah ke suatu makam tokoh terkenal dalam sejarah, tentu yang
dilihat tidak saja makam tua yang telah berabad-abad itu. Selain melihat
nama dan tahun tokoh itu mangkat, juga akan dilihat apa yang tertulis
pada batu nisan tokoh yang amat terkenal itu. Sebagai salah satu contoh
seseorang yang berkunjung ke bekas Kerajaan Samudera Pasai di Aceh
Utara, disana ada makam Sultan Malik al Saleh yang wafat tahun 696 H.
Pada
inskripsi yang terdapat pada bagian depan nisan kepala baginda tertulis
dalam bahasa Arab yang artinya "Kuburan ini kepunyaan hamba yang
dihormati, yang diampuni, yang taqwa yang menjadi penasehat yang
terkenal yang berketurunan, yang mulia, yang kuat, beribadat, penakluk,
yang bergelar Sultan Malik al Salih.
Prof. Ibrahmi Alvian dalam bukunya "Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah" mengatakan suatu yang sangat menarik di makam Malik al Saleh itu. Pada bagian belakang Nisan beliau terdapat puisi dalam Bahasa Arab. Puisi tersebut oleh J.P Moquette dengan bantuan Dr. Van Ronkel disalin kemudian diterjemahkan sebagai berikut :
Sesungguhnya dunia ini fana Dunia ini tidaklah kekal Sesungguhnya dunia ibarat sarang Yang ditenun oleh laba-laba Memadailah buat engkau dunia ini Hai orang-orang yang mencari makan Dan umur hanyalah singkat sahaja Semuanya akan menuju kematian
Seratus lima puluh tahun kemudian puisi ini menyeberang Selat Malaka dan dipahat pada nisan Sultan Malaka Mansur Syah bin Muzaffars Syah yang mangkat tahun 1477. Juga puisi ini terdapat pada nisan Sultan Pahang Ke 3 Sultan Abdul Jamil mangkat tahun 1512. Dari ungkapan di atas jelaslah pernyebaran Islam dari Kerajaan Samudera Pasai selain ke seluruh Pulau Sumatera juga ke arah Malaka dan pulau-pulau sekelilingnya. Pulau Jawa sendiri penyebaran Islam oleh Maulana Malik Ibrahim dan kawan-kawannya yang kemudian dikenal sebagai para Wali Songo.
Prof. Ibrahmi Alvian dalam bukunya "Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah" mengatakan suatu yang sangat menarik di makam Malik al Saleh itu. Pada bagian belakang Nisan beliau terdapat puisi dalam Bahasa Arab. Puisi tersebut oleh J.P Moquette dengan bantuan Dr. Van Ronkel disalin kemudian diterjemahkan sebagai berikut :
Sesungguhnya dunia ini fana Dunia ini tidaklah kekal Sesungguhnya dunia ibarat sarang Yang ditenun oleh laba-laba Memadailah buat engkau dunia ini Hai orang-orang yang mencari makan Dan umur hanyalah singkat sahaja Semuanya akan menuju kematian
Seratus lima puluh tahun kemudian puisi ini menyeberang Selat Malaka dan dipahat pada nisan Sultan Malaka Mansur Syah bin Muzaffars Syah yang mangkat tahun 1477. Juga puisi ini terdapat pada nisan Sultan Pahang Ke 3 Sultan Abdul Jamil mangkat tahun 1512. Dari ungkapan di atas jelaslah pernyebaran Islam dari Kerajaan Samudera Pasai selain ke seluruh Pulau Sumatera juga ke arah Malaka dan pulau-pulau sekelilingnya. Pulau Jawa sendiri penyebaran Islam oleh Maulana Malik Ibrahim dan kawan-kawannya yang kemudian dikenal sebagai para Wali Songo.
Prof. A. Hadi Arifin mantan Rektor Universitas Malikul Saleh di Lhok Saumawe pernah menyatakan di Trengganu (Malaysia) disana terdapat satu batu bersurat yang menyebutkan pengembangan Islam disana datang dari Pasai dalam abad ke 14. Pengembangan Islam di Petani (Thailand) dilakukan oleh Da’i dari Pasai bernama Syaikh Said. Bukti sejarah berupa sebuah makam yang oleh masyarakat dikenal dengan Tok Pasai (Datok Pasai) di masa itu orang-orang terkemuka di masyarakat apakah dia seorang Dai atau bukan disebut Datok. Sejalan dengan penyebaran Islam ke berbagai tempat di Sumatera bagian Timur atau di sekitar Malaka, tokoh-tokoh terkemuka walau bukan seorang ulama disebut Tok (Datok) yang banyak terdapat Datok baik Sumatera Timur maupun di Malaysia, diduga sebutan Datok berasal dari Kerajaan Samudera Pasai. Seorang yang berasal dari Pasai yaitu Muhammad TWH (Tok Wan Haria) oleh orang tuanya dibubuhi kata Tok dibelakang namanya mungkin sebagai tanda orang ini memang berasal dan lahir di bekas situs kerajaan Samudera Pasai.
SASTRA MELAYU KLASIK
Kerajaan Samudera Pasai bukan hanya dikenal perannya dalam menyebarkan agama Islam, tetapi juga sebagai Pusat Kebudayaan. Di Kerajaan ini masyarakat memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh Agama Islam untuk menulis karya-karya dalam bahasa Melayu yang di waktu itu disebut bahasa Jawi. Salah satu karya yang ditulis dalam bahasa Melayu klasik adalah "Hikayat Raja-Raja Pasai" yang mengisahkan tentang Raja Pasai sejak masuknya Islam ke kawasan tersebut. Bahasa Jawi itu dikenal dengan Bahasa Melayu Pasai yang ditulis dalam "tulisan Arab bahasa Melayu". Malah Prof. Ibrahim Alfian menyebutkan "Bahasa Jawi Pasai di Aceh Utara cikal bakal Bahasa Nasional Indonesia’’.
Yang menimbulkan pertanyaan kapankah Hikayat Raja-Raja Pasai itu ditulis? Sudah merupakan kelaziman dalam sastra Melayu Lama, nama pengarang dan tahun karya itu disusun tidak pernah dituliskan. Menurut pendapat Dr. A. H. Hill Karya Hikayat Raja-Raja Pasai itu ditulis sekitar tahun 1360. Sir Richard O. Winstedt dalam bukunya "A history Malay Literature" sangat mungkin Hikayat Raja-Raja Pasai itu ditulis, dalam abad ke-15. Tetapi dalam bukunya itu ditulis antara tahun 1350 dan 1500, dengan mengetahui kapan Hikayat raja-raja Pasai dilukis menjadi jelaslah kapan masyarakat Pasai memulai Sastra Melayu Klasik, disertai pula dengan , menggunakan huruf Jawi (tulisan Arab Bahasa Melayu).
Hikayat Raja-raja Pasai naskahnya tersimpan di Royal Asiactic Society di London dalam koleksi Raffless Ms. 67. Naskah ini selesai disalin di Demak tanggal 2 Januari 1814. Dibawa oleh Raffles ke Inggris tahun 1816. Setelah dia meniggal diserahkan oleh Lady Raffless kepada Royal Asiatic Society tanggal 16 Januari 1830. Tahun 1849 teks ini diterbitkan dalam Bahasa Jawi di Paris oleh Edward Dukaurier. Tahun 1874 disalin dalam huruf latin oleh P.J Mead dan tahun 1960 oleh A. H. Hill juga dimuat dalam JMBR AS 33,2 1960.
Kalau kita bicara Hikayat Raja-raja Pasai rajanya yang pertama mulanya namanya Merah Silu setelah agama Islam namanya menjadi Malik Al Salih yang mangkat dalam bulan Ramadhan tahun 696 H atau tahun 1297. Makam tokoh yang amat terkenal ini terletak di Meunasah Beringin Kecamatan Samudera Geudong (Aceh Utara) di samping makamnya terdapat makam puteranya Malik Al Zahir (1297 - 1326). Dibawah kepemimpinan Sultan Muhammad Al Zahir Kerajaan Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang sampai sekarang dianggap mata uang emas tertua di Asia Tenggara.
RATU NAHRASIYAH
Putera Sultan Muhammad Malik Al Zahir adalah Sultan Zainal Abidin 1385-1405 yang mempunyai seorang Puteri bernama Ratu Nahrasiyah Rawangsa Khadiyu yang merupakan Ratu (Sultanah) berakhir kerajaan Samudera Pasai. Ratu ini memerintah di Kerajaan Samudera Pasai 801-831 H (1400-1428 M) Makam Ratu Nahrasiyah, terletak di Kutakrung. Komplek kuburan ini dikenal dengan sebutan " Kuta Karang" tidak jauh dari kompleks ini terdapat satu bukit kecil yang dikenal dengan nama "Cot Astana". Disebut bukit Astana, besar dugaan Istana Raja-raja Pasai terletak di atas bukit tersebut yang dapat memandang lepas ke laut selat Malaka. Makam Ratu Nahrasiyah merupakan makam yang paling cantik dan menarik juga disebut makam pualam yang terindah di Pasai dengan kaligrafi dan hiasan yang sangat indah.
Ayahanda Ratu Nahrasiyah mangkat dalam pertempuran merebut kekuasaan oleh Panglimanya Laksamana Nagur Rabath Abdul Kadir Syah. Sang Laksamana sendiri kemudian dibunuh oleh Perwira bawahannya bernama Arya Bakoy yang juga menjabat Syahbandar Samudera Pasai. Kemudian Arya Bakoy kawin dengan janda Sultan Zainal Abidin Malikul Dhahir dan menjadi ayah tiri Ratu Nahrasiyah yang komplek makamnya banyak mendapat kunjungan wisatawan.
Demikian sekelumit kisah yang hikayat Raja-raja Pasai, naskahnya adalah naskah klasik yang dikoleksi oleh tokoh bangsa Inggris bernama Raffless. Naskah Melayu Klasik ini masih tersimpan di Royal Asiatic Society London.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar