Selasa, 05 Februari 2013

Nyutran Yogyakarta , Pemukiman Prajurit Mataram, Bumi Indah dimana aku dibesarkan


SEBELUM menjadi hunian, wilayah Nyutran berupa hutan bambu dan alang-alang. Banyak ditemui bambu apus, petung dan wulung. Bambu-bambu Nyutran biasa untuk memenuhi kebutuhan keraton ketika itu. Di zaman Sri Sultan HB VII dan VIII, misalnya, kerap dipakai membuat bedeng pada perayaan Garebeg di Alun-alun Utara. Disebut Nyutran berkait fungsinya sebagai barak Prajurit Nyutra. Pasukan elite ini sudah ada sejak zaman Sri Sultan HB I. Sumbangan dari Madura sebagai tanda persaudaraan Adipati Cakraningrat dengan Sultan Amangkurat Agung. Di Keraton Surakarta disebut Prajurit Panyutra, seperti nama asalnya dari desa Panyutra, Sumenep. Sedang di Yogya dinamai Prajurit Nyutra.

Dahulu, di sana bermukim Bupati Djajawinata. Kemudian jadi kapling hunian Prajurit Nyutra. Sebagai bumi gadhuhan hingga tiga generasi. Di zaman Sri Sultan HB VIII, statusnya ditingkatkan jadi hak milik.

Prajurit Nyutra terjun berlaga ketika Inggris (Rafles) menjarah Keraton Yogyakarta. Pada zaman perang Diponegoro juga ikut melawan Belanda. Beberapa regu andalan dipimpin Embah Resi Djaladara, Embah Tjitrapada, Embah Bei Padhasgempal dan Juranggrawah.

R Soehardji berhasil membuat reka-ulang pemukiman Prajurit Kampung Nyutran secara spesifik mengacu pada nama nama wayang. Ada 90 kapling, masing-masing bernama tokoh pewayangan. Pangkatnya dari Raden Panji (RP), Raden Ngabehi (R Ng), Raden Sersan (RS) hingga Ngabehi (Ng). Nyutran jadi tak beda sekotak wayang.

 Nyutran juga dikenal sebagai markas pergerakan rakyat. Sekitar 1923 hingga 1926, Nyutran dan kampung sekitarnya, jadi basis Syarekat Rakyat. Darsono salah satu tokoh Syarekat Rakyat di Nyutran, kata Soehardji. Darsono pernah memimpin penyerangan terhadap Belanda. Tertangkap, lalu dibuang ke Digul selama 14 tahun, kembali ke Jawa 1945. Nyutran masuk kalurahan Wirogunan, Kecamatan Mergangsan. Sebelah utara berbatasan Joyonegara, timur Tuntungan, selatan Mergangsan Kidul, barat dibatasi Jl Tamansiswa
Sumber: Koran Minggu Pagi No. 40 Th. 55 Minggu I Januari 2003 (16 Januari 2003).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar