Anak-anakku sering bertanya, " Yah, aku ini anak Aceh atau anak Jogya ?" aku tertawa sebab Aceh dan Jogya tak ada bedanya, darah tetap darah, kataku " Nak, darahmu asli darah pejuang, jiwamu asli jiwa pemberontak, pejuang dan pemberontak selalu sama, diperlakukan tidak adil oleh penguasa " ganti anakku tertawa (entah apa yang ada dalam pikirannya). Kembali ke Titik Nol 11 September 2010. 2 hari sesudah Iedul Fitri 1431 H.
Rabu, 06 Februari 2013
Ki Ageng Mangir-Pembayun, Sebuah Kisah inspiratif untuk keturunannya. By Hasnan Habib Kota Depok.
Ternyata ada "sesuatu" yang luar biasa dari kisah Mangir - Pembayun, suatu episode kerajaan Mataram Kotagedhe yang terjadi sekitar tahun 1568 an itu, pada masa masa selanjutnya terjadi kisah menarik yaitu anak cucu ki Ageng Mangir - Pembayun dan anak cucu Panembahan Senopati yang lain saling bahu membahu, berinteraksi untuk melawan penjajahan atau ideologi yang berbeda khususnya yang bersifat kemerdekaan dalam hal ini VOC Belanda yang bersemangatkan Gold, Glory and Gospel, justru kita yang sering mengaku keturunan Ki Ageng Mangir tak pernah menunjukkan rasa bahu membahu itu, bahkan hanya sekedar bersilaturahmi saja kita enggan, marilah siapa saja yang mengaku trah Mangir, bersama sama membangun kehidupan di rantau, pusat penjajahan modern ini, saling bersambung rasa, bersama sama beraksi membuka usaha dan wawasan di Batavia modern ini.
Selasa, 05 Februari 2013
Nyutran Yogyakarta , Pemukiman Prajurit Mataram, Bumi Indah dimana aku dibesarkan
SEBELUM menjadi hunian,
wilayah Nyutran berupa hutan bambu dan alang-alang. Banyak ditemui bambu
apus, petung dan wulung. Bambu-bambu Nyutran biasa untuk memenuhi
kebutuhan keraton ketika itu. Di zaman Sri Sultan HB VII dan VIII,
misalnya, kerap dipakai membuat bedeng pada perayaan Garebeg di
Alun-alun Utara. Disebut Nyutran berkait fungsinya sebagai
barak Prajurit Nyutra. Pasukan elite ini sudah ada sejak zaman Sri
Sultan HB I. Sumbangan dari Madura sebagai tanda persaudaraan Adipati
Cakraningrat dengan Sultan Amangkurat Agung. Di Keraton Surakarta
disebut Prajurit Panyutra, seperti nama asalnya dari desa Panyutra,
Sumenep. Sedang di Yogya dinamai Prajurit Nyutra.
Minggu, 03 Februari 2013
Trah Ki Ageng Mangir : BIOGRAFI SINGKAT PRAMOEDYA ANANTA TOER
Pramoedya dilahirkan di Blora, di jantung Pulau Jawa, pada 1925
sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya bernama
Mastoer, seorang guru dan ibunya bernama Oemi Saidah, seorang ibu rumah tangga dan pedagang nasi. Ia meneruskan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya dan bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia. Pada
masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa dan
seringkali ditempatkan di Jakarta di akhir perang kemerdekaan. Ia
menulis cerpen dan buku sepanjang karir militernya dan dipenjara Belanda di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia sanggup tinggal di Belanda sebagai bagian program pertukaran budaya, dan saat kembalinya ia menjadi anggota Lekra, organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Ini menciptakan friksi antara dia dan pemerintahan Soekarno.
Hoakiau di Indonesia
Selama
masa itu, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap Tionghoa Indonesia,
dan pada saat yang sama mulai berhubungan erat dengan para penulis di
China. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat menyurat dengan penulis
Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia, berjudul Hoakiau di Indonesia.
Ia merupakan kritikus yang tak mengacuhkan pemerintahan Jawa-sentris
pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia, dan secara
terkenal mengusulkan bahwa mesti dipindahkan ke luar Jawa.
Sabtu, 02 Februari 2013
Trah Ki Ageng Mangir , Saat saat terakhir SM Kartosuwiiryo , sebagaimana leluhurnya Ki Ageng Mangir, akhir hayat yang tragis
Aku menangis saat menulis ini, bukan masalah siapakah dia, tetapi kenapa
dia berani mengambil keputusan yang menyebabkan dia harus mati
mempertahankan keyakinannya, persis seperti kakek moyangnya Ki Ageng
Mangir yang juga harus wafat demi keyakinannya,
Bertemu keluarga sebelum dihukum tembak |
Trah Ki Ageng Mangir Pembayun dan Trah Tengku Sai'di , Hikmah Gempa Aceh dan Yogyakarta
Istriku , Zunaidah TWH binti Choiruddin, Trah Tengku Sai"salah satu ulama kerajaan Pasai di tahun 1350, yang dimakamkan di kompleks makam ratu Nahrisyah di Samudera Pasai Aceh Utara |
Tahun 2004 tanggal 26 Desember, sebuah gempa besar terjadi di Aceh yang disusul dengan tsunami dahsyat, Bumi indah Aceh bersimbah duka, beratus ribu korban jiwa termasuk setengah dari keluarga Trah Tengku Sai"di di Banda Aceh hilang sampai saat ini. Anak-anakku terpana, aku dan istriku terpana, mengapa ada duka yang luarbiasa dibumi tempat Allah pernah menjadikannya Sorga ini.
Anakku Rausyan Fikri , lahir di Medan Sumut, 10 Desember 1993 |
Anakku Hafidz Al Ammar, lahir di Cijantung , 8 Agustus 1996 |
Anakku Nastafas Assyifa, Lahir di Kalisari 15 Juli 1999 |
Jumat, 01 Februari 2013
Kapankah Islam masuk ke Nusantara ?
- Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:
- Seminar masuknya Islam di Indonesia (di Aceh) sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al Mas'udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
- Seminar mengenai Masuknya Islam ke indonesia di Medan pada Ahad 21-24 Syawal 1382 H (17-20 maret 1963 H) yang salah satu kesimpulannya adalah Islam telah masuk ke Indonesia langsung dari Arab.
- Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di Sumatera dalam perjalannya ke China.
- Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.
- Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
- Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.
- Prof. S. Muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnya berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
- W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T'ang memberitahukan adanya Arab muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).
Naskah Sastra Melayu Klasik Koleksi Rafles Disimpan di London
Saat seseorang berkunjung
atau berziarah ke suatu makam tokoh terkenal dalam sejarah, tentu yang
dilihat tidak saja makam tua yang telah berabad-abad itu. Selain melihat
nama dan tahun tokoh itu mangkat, juga akan dilihat apa yang tertulis
pada batu nisan tokoh yang amat terkenal itu. Sebagai salah satu contoh
seseorang yang berkunjung ke bekas Kerajaan Samudera Pasai di Aceh
Utara, disana ada makam Sultan Malik al Saleh yang wafat tahun 696 H.
Pada
inskripsi yang terdapat pada bagian depan nisan kepala baginda tertulis
dalam bahasa Arab yang artinya "Kuburan ini kepunyaan hamba yang
dihormati, yang diampuni, yang taqwa yang menjadi penasehat yang
terkenal yang berketurunan, yang mulia, yang kuat, beribadat, penakluk,
yang bergelar Sultan Malik al Salih.
Prof. Ibrahmi Alvian dalam bukunya "Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah" mengatakan suatu yang sangat menarik di makam Malik al Saleh itu. Pada bagian belakang Nisan beliau terdapat puisi dalam Bahasa Arab. Puisi tersebut oleh J.P Moquette dengan bantuan Dr. Van Ronkel disalin kemudian diterjemahkan sebagai berikut :
Prof. Ibrahmi Alvian dalam bukunya "Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah" mengatakan suatu yang sangat menarik di makam Malik al Saleh itu. Pada bagian belakang Nisan beliau terdapat puisi dalam Bahasa Arab. Puisi tersebut oleh J.P Moquette dengan bantuan Dr. Van Ronkel disalin kemudian diterjemahkan sebagai berikut :
Samudera Pasai, Kampus besar Walisongo
Warisan Sejarah: Peninggalan Samudera Pasai Kurang Terurus
Batu nisan dan prasasti peninggalan zaman Kerajaan Samudera Pasai di kompleks pemakaman Tengku Batee Balee, Desa Meucat, Kecamatan Samudera, Aceh Utara, Aceh, sebagian kondisinya masih bagus, Sabtu (9/4). Sayangnya, sebagian besar peninggalan serupa yang banyak tersebar di hampir seluruh wilayah Aceh kini tak terurus.
Ki Ageng Mangir - Pramudya Ananta Tur dan Kartosuwiryo, Sebuah Missing Link
Ada hubungan yang sangat erat antara Kartosuwiryo , Pramudya dengan Ki Ageng Mangir yaitu memang secara genetika mereka nyambung terkait, upaya Pram menemukan jati dirinya hampir dipuncaknya ketika menulis tentang Ki Ageng Mangir leluhurnya, kalau kita mencermati secara dalam, maka kita akan menyadari bahwa Pramudya menempatkan Ki Ageng Mangir sebagai "manusia biasa" dan tombak sakti Baru Klinting adalah seorang manusia adalah sesuatu yang sangat manusiawi. Pramudya salah satu keturunan Ki Ageng Mangir menyadari keterbatasan manusia, siapapun dia, tak ada kesaktian dalam memimpin yang ada adalah dipercaya oleh rakyat, jadi siapapun sebenarnya bisa jadi pemimpin. Sebagai salah satu trah Mangir penulis sangat yakin bahwa ada dilema batin dalam diri Mangir yang ambigu, dan memang Ki Ageng Mangir adalah sosok pemimpin yang siap mengambil keputusan besar walaupun dalam keadaan selalu mendua. Lihatlah perjalanan hidup Pramudya yang penuh dengan penderitaan, hidupnya penuh dengan pemberontakan, itu karena memang jiwa dan ruh Mangir yang selalu berusaha mencapai ekspresi tertinggi dalam memutuskan untuk keluar dari dualitas, situasinya sangat ruwet dan penuh halangan, namun tak mengurangi kwalitas hidup, seperti yang ditunjukkannya ketika Pram ditahan tanpa proses pengadilan di pulau Buru, tetap saja Pram berkarya. Tentu tak banyak yang bersedia mencantumkan Pramudya sebagai salah satu sesepuh Trah, apalagi juga dengan tegas mencatumkan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo sebagai bagian dari Trahnya, sebab memang Trah Mangir dipenuhi dengan jiwa jiwa yang memberontak, jiwa jiwa yang harus berjuang diantara keyakinan lain dalam kehidupan mereka , namun terus terang penulis mendidik anak seperti penulis dididik oleh ayahanda untuk selalu ingat sesanti Ki Ageng Mangir : siap menjadi Ontorejo bukan Gatotkaca, siap menjadi akar pohon bukan menjadi dahan dan ranting pohon, siap dalam kegelapan, tanpa mencari nama besar, sebab keyakinanlah yang menyebabkan kita menjadi besar. Seekor Ikan Cethul (ikan seribu) pun selalu berani menentang arus sungai, sebab yang mengikuti arus sungai hanya sampah dan kotoran.
Ki Ageng Mangir, Jejak gelap Pengislaman Perdikan Mangir
Sejarah
Mangir sampai sekarang masih terbatas pada cerita tutur yang akurasinya
juga masih simpang siur. Babad Mangir sebagai salah satu sumber
yang sering dirujuk juga penuh dengan mitos, legenda, dan simbol-simbol
dalam kerangka waktu dan ruang juga akurasinya patut dikaji ulang. Sementara sumber sejarah yang benar-benar dapat dikatakan sejarah
tentang Mangir sampai sekarang dapat dikatakan tidak ada. Sejarah
Mangir lebih banyak dikenal melalui cerita tutur, pentas ketoprak,
babad, dan buku cerita. Di samping itu, generasi muda (khususnya
di wilayah Yogya) sekarang dapat dikatakan hampir tidak mengenal
lagi sejarah Mangir.
Ki Ageng Mangir dan jejaknya : Jaan Pieters Zoen Coen, pahlawan VOC yang namanya diabadikan dalam mata uang Hindia Belanda, dibunuh oleh sorang gadis Mataram
Langganan:
Postingan (Atom)